Oleh:
Deny Ferdyansyah –
3608100008
Masiswa S1 Perencanaan Wilayah dan Kota
Masiswa S1 Perencanaan Wilayah dan Kota
PENGANTAR
Dalam
bukunya, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Rohmin (2001) memaparkan berbagai
pengalaman negara-negara lainnya dalam mengelola kawasan pesisir dengan
menggunakan pendekatan pengelolaaan wilayah pesisir dan laut yang terpadu
(PWPLT). Mayoritas negara-negara yang diceritakan merupakan negara yang
sebagian besar wilayahnya pesisir, seperti Jepang, Amerika Serikat, Australia,
Thailand, Oman, Republik Maldives dan Srilangka. Negara-negara tersebut dapat
dikatakan telah sukses mempelopori perencanaan dan pembangunan wilayah pesisir
yang terpadu dan berkelanjutan yang sedang berkembang kurang lebih 30 dekade selama
ini. Sukses tersebut terimplementasi dari strategi dan program pengelolaan
wilayah pesisir dalam upaya merespon isu strategis yang sedang berkembang
melalui pendekatan terpadu di negara masing-masing.
Dari
berbagai pengalaman negara-negara tersebut, menarik untuk dikaji lebih lanjut
adalah pengalaman pengelolaaan wilayah pesisir dan laut di Negara Srilangka. Salah
satu negara Asia Selatan tersebut, sukses menerapkan strategi pengelolaan
wilayah pesisir dan laut yang terpadu sejak pertengahan 1970-an. Kajian
terhadap kunci suksesnya pengelolaan wilayah pesisir di negara tersebut menjadi
suatu hal yang penting mengingat Negara Srilangka memiliki karakteristik kawasan
pesisir yang sama dengan pesisir di negara Indonesia. Bahkan sistem pengelolaan
wilayah pesisir di Srilangka bukan tidak mungkin menjadi percontohan bagi
pengembangan dan pengelolaan kawasan pesisir di Indonesia.
Salah
satu isu dalam pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan lautan adalah
konflik pengelolaan wilayah pesisir yang tumpang tindih perencanaan dan
pengelolaan wilayah pesisir dari berbagai kegiatan sektoral, pemerintahan
daerah, masyarakat setempat dan swasta yang memiliki berbagai kepentingan
masing-masing. Padahal dalam proses pengelolaan wilayah pesisir dan laut
terpadu (PWPLT) dituntut implementasi yang berkesinambungan dan dinamis dengan
mempertimbangkan segala aspek sosio-ekonomi-budaya dan aspirasi masyarakat
pengguna kawasan pesisir (stakeholders) serta
konflik kepentingan dan konflik pemanfaatan kawasan pesisir yang mungkin ada
(Rohmin, 2001). Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya perubahan
paradigma dalam pembangunan wilayah pesisir dimana perencanaan sektoral yang
berpotensi menimbulkan berbagai kepentingan instansi ke perencanaan terpadu
yang melibatkan stakeholders yang
berkepentingan di wilayah tersebut.
Oleh
karena itu, critical riview ini
bermaksud secara ringkas menyoroti 2 hal yaitu :
1.
Percontohan
dalam penggunaan pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu
(PWPLT) untuk mengoptimalkan sumberdaya wilayah pesisir dengan mengambil
pembelajaran dan pengalaman Negara Srilangka yang telah sukses menerapkan
sebelumnya.
2.
Peran
kelembagaan dalam pengelolaan wilayah pesisir di Negara Srilangka yang bersifat
praktis dan menghasilkan keluaran (output)
yang nyata (tangible) secara
berkelanjutan bagi stakeholders di wilayah tersebut.
Riview Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Laut Terpadu di Srilangka
Kebutuhan
pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Srilangka merupakan respon dari isu
strategis yang terus berkembang di wilayah tersebut, yakni isu pengembangan
penambangan karang. Sebagai upaya perlindungan keseimbangan ekosistem pesisir
dan laut, maka Pemerintahan Srilangka mengeluarkan kebijakan berupa
perundang-undangan yang mengatur tentang permasalahan penambangan karang.
Namun, kebijakan tersebut mendapat protes dari masyarakat karena 2.000 orang
bergantung pada kegiatan penambangan karang tersebut dan dianggap berdampak
terhadap kondisi sosial-ekonomi masyrakat setempat.
Pengelolaan
wilayah pesisir dan lautan terpadu (PWPLT) dimulai di Srilangka sejak
pertengahan 1970-an dan terus berkembang hingga sekarang. Dalam tulisannya,
Romin (2001) menunjukkan tahapan pengelolaan wilayah pesisir dan laut Srilangka
terbagi menjadi dua generasi, yaitu generasi pertama pada pra abad 20 dan generasi
kedua pada pasca abad 20.
Pada
pra abad 20, pengelolaan wilayah pesisir Negara Srilangka diwujudkan dalam 3
dokumen, yakni Master Plan for Coastal
Erosion Management (MCEM), Coastal
Zone Management Plan (CZMP) dan Draft
Coast 2000. Salah satu dokumen yang memberikan kontribusi secara tangible adalah CZMP. Pada awal
persiapan perumusan CZMP diwujudkan dengan berbagai startegis pengelolaaan
sumberdaya pesisir diantaranya adalah (1) membantu agar kegiatan ganda esturia,
laguna dan mangrove di wilayah pesisir Srilangka memberikan hasil yang
berkelanjutan, (2) memberikan 764 perijinan bagi kegiatan pembangunan, (3) mensosialisasikan
kebutuhan pengelolaan wilayah pesisir melalui seminar-seminar yang terorganisir,
dan (4) mengembangkan hubungan dengan badan-badan yang bertanggung jawab
terhadap kegiatan pengelolaan wilayah pesisir.
Salah
satu proyek yang dikembangkan dalam CZMP adalah merencanakan pengelolaan
lingkungan pesisir di pesisir barat Srilangka, yaitu dari Kalpitiya sampai
Tanjung Dora dan dari tepi paparan benua sampai 5 mil ke arah darat serta
mencakup daerah-daerah hulu yang memiliki dampak terhadap lingkungan pesisir.
Adapun pelaksanaan CZMP yang komprehensif melingkupi seluruh wilayah pesisir
dan mencakup berbagai aspek pengelolaan sumberdaya arkelogis, sejarah,
kebudayaan, estetika, dan rekreasi. Sedangkan strategi yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
1.
Mengusulkan
standar kelayakan bagi berbagai lokasi di sekitar pesisir
2.
Mengharuskan
dilakukannya Analisis Dampak Lingkungan
(AMDAL) bagi kegiatan-kegiatan pembangunan yang berpotensi dampak
3. Memberikan
pedoman bagi kegiatan pengambilan pasir dan melarang kegiatan tambang pasir di
daerah pantai, tanjung, serta wilayah lain yang berdekatan dengan terumbu
4.
Melarang
kegiatan tertentu seperti pengambilan karang, kecuali untuk penelitian
5. Melarang
kegiatan pembangunan tertentu yang merusak kualitas daerah alami tertentu
6.
Mencegah
kerusakan habitat pesisir alami
7. Mengendalikan
pembangunan pesisir yang terdapat tempat perlindungan laut, burung, dan satwa
liar
8.
Merancang
daerah-daerah konservasi di kawasan pesisir lainnya
Berbagai
kebijakan pengelolaan wilayah pesisir tersebut dijadikan pengalaman dan dikembangkan
kembali serta dituangkan dalam draft Coast
2000 yang memuat strategi pengelolaan pesisir di Srilangka generasi kedua.
Dokumen
Coast 2000 terbagi menjadi dua, yakni
dokumen pertama membahas mengenai kondisi eksisting pengelolaan wilayah pesisir
saat ini. Sedangkan dokumen kedua mengkaji kebijakan, startegi, dan perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir secara komprehensif. Strategi pengelolaan wilayah
pesisir yang dikembangkan dalam generasi kedua ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan
pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dilakukan secara terpadu dan serentak
pada tingkat nasional, propinsi dan daerah
2.
Melibatkan
partisipasi pemerintah dan nonpemerintah aka dipusatkan pada program baru
3. Merencanakan
dan mengimplementasikan daerah pengelolaan wilayah pesisir bagi daerah khusus
dan strategis baik secara lokasi geografis maupun ekonomi
4. Memonitoring
penelitian yang berkaitan dengan permasalahan khusus dengan habitat lokal,
perikanan, kualitas perairan, pemanfaatan sumberdaya nonhayati, budidaya perikanan, dan pariwisata
5. Meningkatkan
kapasitas kelembagaan dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan wilayah
pesisir melalui segala aspek, terutama dalam aspek pendidikan
Berdasarkan
pengalaman pengelolaan wilayah pesisir negara Srilangka tersebut telah
dijelaskan menunjukkan bahwa kebutuhan perencanaan wilayah pesisir merupakan
suatu hal yang urgent dilakukan oleh
beberapa pihak/stakeholders yang
terkait untuk menanggapi isu strategis, khususnya yang mampu berdampak terhadap
lingkungan pesisir. Kebijakan dan strategi yang dilakukan pun melalui
pendekatan perencanaan wilayah pesisir dan laut yang terpadu, dimana
pengelolaan dirancang dan diimplementasikan dalam bentuk siklus, sehingga
komponen perencanaan, implementasi, dan evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan.
Hal yang paling berkesan dalam
pengalaman Srilangka dalam mengelola sumberdaya pesisir adalah kemampuan negara
yang telah merespon urgensi dari pengelolaan wilayah pesisir yang dilakukan
sejak pada awal 1970-an. Artinya, negara Srilangka merupakan negara yang
tanggap terhadap kondisi permasalahan pembangunan wilayahnya berdasarkan
karakteristik sebagai negara pesisir. Berbeda dengan negara Indonesia, yang
memulai merespon pengelolaan wilayah pesisir menjadi suatu kebutuhan baru pada
1sepuluh tahun yang lalu.
Namun, pembahasan pengelolaan wilayah
pesisir di Srilangka masih perlu dikaji lebih lanjut, mengingat pengalaman
negara Srilangka yang dibahas masih secara umum, belum secara komprehensif membahas
mengenai keterkaitan terhadap aspek-aspek dalam pengelolaan wilayah pesisir.
Selain itu, akibat terbatasnya informasi tentang pengelolaan wilayah pesisir di
negara tersebut, pada akhirnya pembahasan yang ditunjukkan hanya sebatas
keberhasilan-keberhasilan yang telah dilakukan.
Kritik Pengelolaan Wilayah Pesisir di
Srilangka Ditinjau dari Aspek Kelembagaan
Suksesnya
implementasi dari CZMP di Srilangka tidak terlepas dari kapasitas kelembagaan
yang terkait dalam mendorong berbagai pihak untuk mengembangkan sumberdaya
wilayah pesisir yang berkelanjutan. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Srilangka adalah sebagai berikut :
1.
Coastal Conservation Division (CCD)
2.
Ceylon Tourist Board
3.
Urban Development Authority
4.
Center Environmental Authority
5.
Center Environmental Agency (CEA) atau Badan Lingkungan Pusat
6.
Departemen
Kehutanan
7.
Departemen
Perikanan
8.
Berbagai
lembaga non pemerintahan
9.
Dll.
Dari
berbagi pihak stakeholders tersebut,
peran besar dilakukan oleh Coastal
Conservation Division (CCD) yang merupakan lembaga penelitian khusus yang
mengkaji pengelolaan wilayah pesisir yang berkedudukan di bawah Kementerian
Perikanan. Pada awal nya CCD lah yang menginisiasi adanya pengelolaaan wilayah
pesisir dan laut yang berkelanjutan di Srilangka hingga terumuskan konsep Coastal Zone Management Plan (CZMP). CCD
juga mendorong berbagai srakeholders terkait yang mempengaruhi dan
berkepentingan di wilayah pesisir untuk saling bekerjasama dalam mengatasi isu
permasalahan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, terutama terkait dengan
isu strategis yang sedang berkembang pada saat itu, yaitu penambangan karang.
Selain
itu, CCD bekerjasama dengan Badan Lingkungan Pusat (CEA: Center Environmental Agency) menggagas perencanaan pengelolaan
lingkungan wilayah pesisir dari Kalpitiya sampai Tanjung Dora dan dari tepi
paparan benua sampai 5 mil ke arah darat serta mencakup daerah-daerah hulu yang
memiliki dampak terhadap lingkungan pesisir. Bersama-sama dengan stakeholders lainnya CCD merumuskan kebijakan
dan startegi pengelolaaan wilayah pesisir yang terpadu. Hingga memasuki
generasi kedua dalam pengelolaan wilayah pesisir Coast 2000, CCD tetap berkontribusi dalam mendukung dan
memaksimalkan potensi wilayah sumberdaya wilayah pesisir di Srilangka.
Kelebihan dari pengalaman Negara Srilangka dalam
pengelolaan wilayah pesisir ditinjau dari aspek kelembagaan adalah inisiatif
dari kelembagaan pemerintah yang mendukung secara penuh bagi pengembangan
potensi sumberdaya wilayah pesisir.
Partisipasi kelembagaan pemerintah telah berhasil bekerjasama dan
berkoordinasi baik di tingkat nasional maupun lokal. Koordinasi interlembaga di
kedua tingkat tersebut dapat dikatakan memiliki hubungan yang erat.
Namun,
yang masih menjadi kelemahan dalam
kelembagaan pengelolaan wilayah pesisir adalah belum teinformasikannya
partisipasi masyarakat pesisir di Srilangka sendiri. Selain itu, belum
terbangunnya suatu kelompok masyarakat
yang memiliki kapasitas unutk pengelolaan tingkat lokal. Tentu hal ini
menjadi penting, karena dapat menjadi pendukung secara aktif menyokong dan
menggunakan, memberikan masukan dalam pengelolaan wilayah pesisir yang efektif.
Demikian
sekilas pengalaman negara Srilangka dalam mengelola sumberdaya wilayah pesisir.
Harapannya bisa menjadi referensi dan pelajaran bagi pengembangan dan
pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Indonesia. Apalagi negara Indonesia merupakan
negara yang memiliki potensin besar dibidang pengembangan wilayah pesisir.
Selain itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut oleh ahli dalam bidang
perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir sehingga mampu didapatkan
pengelolaan wilayah pesisir yang sesuai dengan karakteritik dari wilayah
pesisir di Indonesia. Mari wujudkan pesisir Indonesia yang terpadu dan
berkelanjutan!
*Sumber Artikel : Pengalaman Negara-Negara Lain dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut, dalam Buku Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Rohmin Dahuri, et. all, 2001.
*Sumber Artikel : Pengalaman Negara-Negara Lain dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut, dalam Buku Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Rohmin Dahuri, et. all, 2001.
Nice info, membantu banget buat tugas kuliah. hehehehe
BalasHapus