Minggu, 08 Januari 2012

Peran Kelembagaan dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir (Studi Kasus: Pengelolaan Wilayah Pesisir & Laut Terpadu Di Srilangka)


Oleh:
Deny Ferdyansyah – 3608100008
Masiswa S1 Perencanaan Wilayah dan Kota
PENGANTAR
Dalam bukunya, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Rohmin (2001) memaparkan berbagai pengalaman negara-negara lainnya dalam mengelola kawasan pesisir dengan menggunakan pendekatan pengelolaaan wilayah pesisir dan laut yang terpadu (PWPLT). Mayoritas negara-negara yang diceritakan merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya pesisir, seperti Jepang, Amerika Serikat, Australia, Thailand, Oman, Republik Maldives dan Srilangka. Negara-negara tersebut dapat dikatakan telah sukses mempelopori perencanaan dan pembangunan wilayah pesisir yang terpadu dan berkelanjutan yang sedang berkembang kurang lebih 30 dekade selama ini. Sukses tersebut terimplementasi dari strategi dan program pengelolaan wilayah pesisir dalam upaya merespon isu strategis yang sedang berkembang melalui pendekatan terpadu di negara masing-masing.
Dari berbagai pengalaman negara-negara tersebut, menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah pengalaman pengelolaaan wilayah pesisir dan laut di Negara Srilangka. Salah satu negara Asia Selatan tersebut, sukses menerapkan strategi pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang terpadu sejak pertengahan 1970-an. Kajian terhadap kunci suksesnya pengelolaan wilayah pesisir di negara tersebut menjadi suatu hal yang penting mengingat Negara Srilangka memiliki karakteristik kawasan pesisir yang sama dengan pesisir di negara Indonesia. Bahkan sistem pengelolaan wilayah pesisir di Srilangka bukan tidak mungkin menjadi percontohan bagi pengembangan dan pengelolaan kawasan pesisir di Indonesia.
Salah satu isu dalam pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan lautan adalah konflik pengelolaan wilayah pesisir yang tumpang tindih perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dari berbagai kegiatan sektoral, pemerintahan daerah, masyarakat setempat dan swasta yang memiliki berbagai kepentingan masing-masing. Padahal dalam proses pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu (PWPLT) dituntut implementasi yang berkesinambungan dan dinamis dengan mempertimbangkan segala aspek sosio-ekonomi-budaya dan aspirasi masyarakat pengguna kawasan pesisir (stakeholders) serta konflik kepentingan dan konflik pemanfaatan kawasan pesisir yang mungkin ada (Rohmin, 2001). Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya perubahan paradigma dalam pembangunan wilayah pesisir dimana perencanaan sektoral yang berpotensi menimbulkan berbagai kepentingan instansi ke perencanaan terpadu yang melibatkan stakeholders yang berkepentingan di wilayah tersebut.
Oleh karena itu, critical riview ini bermaksud secara ringkas menyoroti 2 hal yaitu :
1.    Percontohan dalam penggunaan pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu (PWPLT) untuk mengoptimalkan sumberdaya wilayah pesisir dengan mengambil pembelajaran dan pengalaman Negara Srilangka yang telah sukses menerapkan sebelumnya.
2.    Peran kelembagaan dalam pengelolaan wilayah pesisir di Negara Srilangka yang bersifat praktis dan menghasilkan keluaran (output) yang nyata (tangible) secara berkelanjutan bagi stakeholders di  wilayah tersebut.

Riview Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu di Srilangka
Kebutuhan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Srilangka merupakan respon dari isu strategis yang terus berkembang di wilayah tersebut, yakni isu pengembangan penambangan karang. Sebagai upaya perlindungan keseimbangan ekosistem pesisir dan laut, maka Pemerintahan Srilangka mengeluarkan kebijakan berupa perundang-undangan yang mengatur tentang permasalahan penambangan karang. Namun, kebijakan tersebut mendapat protes dari masyarakat karena 2.000 orang bergantung pada kegiatan penambangan karang tersebut dan dianggap berdampak terhadap kondisi sosial-ekonomi masyrakat setempat.
Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan terpadu (PWPLT) dimulai di Srilangka sejak pertengahan 1970-an dan terus berkembang hingga sekarang. Dalam tulisannya, Romin (2001) menunjukkan tahapan pengelolaan wilayah pesisir dan laut Srilangka terbagi menjadi dua generasi, yaitu generasi pertama pada pra abad 20 dan generasi kedua pada pasca abad 20. 
Pada pra abad 20, pengelolaan wilayah pesisir Negara Srilangka diwujudkan dalam 3 dokumen, yakni Master Plan for Coastal Erosion Management (MCEM), Coastal Zone Management Plan (CZMP) dan Draft Coast 2000. Salah satu dokumen yang memberikan kontribusi secara tangible adalah CZMP. Pada awal persiapan perumusan CZMP diwujudkan dengan berbagai startegis pengelolaaan sumberdaya pesisir diantaranya adalah (1) membantu agar kegiatan ganda esturia, laguna dan mangrove di wilayah pesisir Srilangka memberikan hasil yang berkelanjutan, (2) memberikan 764 perijinan bagi kegiatan pembangunan, (3) mensosialisasikan kebutuhan pengelolaan wilayah pesisir melalui seminar-seminar yang terorganisir, dan (4) mengembangkan hubungan dengan badan-badan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pengelolaan wilayah pesisir.
Salah satu proyek yang dikembangkan dalam CZMP adalah merencanakan pengelolaan lingkungan pesisir di pesisir barat Srilangka, yaitu dari Kalpitiya sampai Tanjung Dora dan dari tepi paparan benua sampai 5 mil ke arah darat serta mencakup daerah-daerah hulu yang memiliki dampak terhadap lingkungan pesisir. Adapun pelaksanaan CZMP yang komprehensif melingkupi seluruh wilayah pesisir dan mencakup berbagai aspek pengelolaan sumberdaya arkelogis, sejarah, kebudayaan, estetika, dan rekreasi. Sedangkan strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.    Mengusulkan standar kelayakan bagi berbagai lokasi di sekitar pesisir
2.    Mengharuskan dilakukannya Analisis Dampak Lingkungan  (AMDAL) bagi kegiatan-kegiatan pembangunan yang berpotensi dampak
3. Memberikan pedoman bagi kegiatan pengambilan pasir dan melarang kegiatan tambang pasir di daerah pantai, tanjung, serta wilayah lain yang berdekatan dengan terumbu
4.    Melarang kegiatan tertentu seperti pengambilan karang, kecuali untuk penelitian
5. Melarang kegiatan pembangunan tertentu yang merusak kualitas daerah alami tertentu
6.    Mencegah kerusakan habitat pesisir alami
7. Mengendalikan pembangunan pesisir yang terdapat tempat perlindungan laut, burung, dan satwa liar
8.    Merancang daerah-daerah konservasi di kawasan pesisir lainnya
Berbagai kebijakan pengelolaan wilayah pesisir tersebut dijadikan pengalaman dan dikembangkan kembali serta dituangkan dalam draft Coast 2000 yang memuat strategi pengelolaan pesisir di Srilangka generasi kedua.
Dokumen Coast 2000 terbagi menjadi dua, yakni dokumen pertama membahas mengenai kondisi eksisting pengelolaan wilayah pesisir saat ini. Sedangkan dokumen kedua mengkaji kebijakan, startegi, dan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir secara komprehensif. Strategi pengelolaan wilayah pesisir yang dikembangkan dalam generasi kedua ini adalah sebagai berikut :
1.  Melakukan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dilakukan secara terpadu dan serentak pada tingkat nasional, propinsi dan daerah
2.    Melibatkan partisipasi pemerintah dan nonpemerintah aka dipusatkan pada program baru
3.  Merencanakan dan mengimplementasikan daerah pengelolaan wilayah pesisir bagi daerah khusus dan strategis baik secara lokasi geografis maupun ekonomi
4.  Memonitoring penelitian yang berkaitan dengan permasalahan khusus dengan habitat lokal, perikanan, kualitas perairan, pemanfaatan sumberdaya nonhayati,  budidaya perikanan, dan pariwisata
5.  Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir melalui segala aspek, terutama dalam aspek pendidikan
  Berdasarkan pengalaman pengelolaan wilayah pesisir negara Srilangka tersebut telah dijelaskan menunjukkan bahwa kebutuhan perencanaan wilayah pesisir merupakan suatu hal yang urgent dilakukan oleh beberapa pihak/stakeholders yang terkait untuk menanggapi isu strategis, khususnya yang mampu berdampak terhadap lingkungan pesisir. Kebijakan dan strategi yang dilakukan pun melalui pendekatan perencanaan wilayah pesisir dan laut yang terpadu, dimana pengelolaan dirancang dan diimplementasikan dalam bentuk siklus, sehingga komponen perencanaan, implementasi, dan evaluasi dilakukan secara berkesinambungan.
     Hal yang paling berkesan dalam pengalaman Srilangka dalam mengelola sumberdaya pesisir adalah kemampuan negara yang telah merespon urgensi dari pengelolaan wilayah pesisir yang dilakukan sejak pada awal 1970-an. Artinya, negara Srilangka merupakan negara yang tanggap terhadap kondisi permasalahan pembangunan wilayahnya berdasarkan karakteristik sebagai negara pesisir. Berbeda dengan negara Indonesia, yang memulai merespon pengelolaan wilayah pesisir menjadi suatu kebutuhan baru pada 1sepuluh tahun yang lalu.
      Namun, pembahasan pengelolaan wilayah pesisir di Srilangka masih perlu dikaji lebih lanjut, mengingat pengalaman negara Srilangka yang dibahas masih secara umum, belum secara komprehensif membahas mengenai keterkaitan terhadap aspek-aspek dalam pengelolaan wilayah pesisir. Selain itu, akibat terbatasnya informasi tentang pengelolaan wilayah pesisir di negara tersebut, pada akhirnya pembahasan yang ditunjukkan hanya sebatas keberhasilan-keberhasilan yang telah dilakukan.

Kritik Pengelolaan Wilayah Pesisir di Srilangka Ditinjau dari Aspek Kelembagaan
Suksesnya implementasi dari CZMP di Srilangka tidak terlepas dari kapasitas kelembagaan yang terkait dalam mendorong berbagai pihak untuk mengembangkan sumberdaya wilayah pesisir yang berkelanjutan. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Srilangka adalah sebagai berikut :
1.    Coastal Conservation Division (CCD)
2.    Ceylon Tourist Board
3.    Urban Development Authority
4.    Center Environmental Authority
5.    Center Environmental Agency (CEA) atau Badan Lingkungan Pusat
6.    Departemen Kehutanan
7.    Departemen Perikanan
8.    Berbagai lembaga non pemerintahan
9.    Dll.
Dari berbagi pihak stakeholders tersebut, peran besar dilakukan oleh Coastal Conservation Division (CCD) yang merupakan lembaga penelitian khusus yang mengkaji pengelolaan wilayah pesisir yang berkedudukan di bawah Kementerian Perikanan. Pada awal nya CCD lah yang menginisiasi adanya pengelolaaan wilayah pesisir dan laut yang berkelanjutan di Srilangka hingga terumuskan konsep Coastal Zone Management Plan (CZMP). CCD juga mendorong berbagai srakeholders terkait yang mempengaruhi dan berkepentingan di wilayah pesisir untuk saling bekerjasama dalam mengatasi isu permasalahan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, terutama terkait dengan isu strategis yang sedang berkembang pada saat itu, yaitu penambangan karang.
Selain itu, CCD bekerjasama dengan Badan Lingkungan Pusat (CEA: Center Environmental Agency) menggagas perencanaan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dari Kalpitiya sampai Tanjung Dora dan dari tepi paparan benua sampai 5 mil ke arah darat serta mencakup daerah-daerah hulu yang memiliki dampak terhadap lingkungan pesisir. Bersama-sama dengan stakeholders lainnya CCD merumuskan kebijakan dan startegi pengelolaaan wilayah pesisir yang terpadu. Hingga memasuki generasi kedua dalam pengelolaan wilayah pesisir Coast 2000, CCD tetap berkontribusi dalam mendukung dan memaksimalkan potensi wilayah sumberdaya wilayah pesisir di Srilangka.
Kelebihan dari pengalaman Negara Srilangka dalam pengelolaan wilayah pesisir ditinjau dari aspek kelembagaan adalah inisiatif dari kelembagaan pemerintah yang mendukung secara penuh bagi pengembangan potensi sumberdaya wilayah pesisir.  Partisipasi kelembagaan pemerintah telah berhasil bekerjasama dan berkoordinasi baik di tingkat nasional maupun lokal. Koordinasi interlembaga di kedua tingkat tersebut dapat dikatakan memiliki hubungan yang erat.
Namun, yang masih menjadi kelemahan dalam kelembagaan pengelolaan wilayah pesisir adalah belum teinformasikannya partisipasi masyarakat pesisir di Srilangka sendiri. Selain itu, belum terbangunnya suatu kelompok masyarakat  yang memiliki kapasitas unutk pengelolaan tingkat lokal. Tentu hal ini menjadi penting, karena dapat menjadi pendukung secara aktif menyokong dan menggunakan, memberikan masukan dalam pengelolaan wilayah pesisir yang efektif.
Demikian sekilas pengalaman negara Srilangka dalam mengelola sumberdaya wilayah pesisir. Harapannya bisa menjadi referensi dan pelajaran bagi pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Indonesia. Apalagi negara Indonesia merupakan negara yang memiliki potensin besar dibidang pengembangan wilayah pesisir. Selain itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut oleh ahli dalam bidang perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir sehingga mampu didapatkan pengelolaan wilayah pesisir yang sesuai dengan karakteritik dari wilayah pesisir di Indonesia. Mari wujudkan pesisir Indonesia yang terpadu dan berkelanjutan!


*Sumber Artikel : Pengalaman Negara-Negara Lain dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut, dalam Buku Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Rohmin Dahuri, et. all, 2001.

1 komentar: