Deny
Ferdyansyah – 3608100008
Perencanaan
Wilayah dan Kota - ITS
I. Pendahuluan
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia
diperkirakan akan mengalami banyak kerugian karena belum siap melakukan era
perdagangan bebas (ekonomi global). Untuk dapat mengambil peluang, manfaat, dan
keterlibatan dalam ekonomi global
tersebut, maka bangsa Indonesia membutuhkan strategi pembangunan wilayah yang
diarahkan pada terjadinya pemerataan (equity),
mendukung pertumbuhan (efficiency)
dan keberlanjutan (suistainability).
Prinsip yang dapat dijadikan indikator dalam pengembangan wilayah tersebut
adalah daya saing, produktivitas, dan efisiensi. Sehingga paradigma pembangunan
yang dilakukan harus lebih diorientasikan pada pembangunan spasial pada tingkat
wilayah dan lokal dengan lebih mengutamakan kapasitas ekonomi lokal (local economic development).
Adanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Otonomi Daerah membuka peluang pemerintah daerah untuk mengatur dan melakukan
intervensi langsung dalam pengembangan ekonomi daerahnya. Selain itu,
pemerintah daerah mempunyai wewenang dalam membuat kebijakan pengembangan
ekonomi daerah yang didasarkan pada pengembangan sektor-sektor unggulan yang
memiliki nilai kompetitif dan berorientasi global di masing-masing wilayahnya. Hal
ini bertujuan mencegah terjadinya polarisasi yang mencolok antara wilayah maju
dan wilayah yang kurang berkembang.
Konsep pengembangan wilayah yang berbasis ekonomi
lokal merupakan konsep pembangunan yang didasarkan pada kapasitas lokal yang
semakin berkembang (endogeneous
development). Prinsip utama dalam implementasi pengembangan ekonomi lokal (PEL)
adalah kemitraan. Adanya kerjasama
pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat sangat menentukkan keberhasilan dan
keberlanjutan program PEL dalam suatu wilayah.
Kabupaten Tanggamus telah mengimplementasikan konsep
PEL di wilayahnya. Strategi penerapan dalam PEL di Kabupaten Tanggamus melalui
forum kemitraan yang terbukti dapat meningkatkan kapasitas lokal baik kemampuan
kerjasama stakeholders dan
optimalisasi sumber daya alam setempat. Namun, bukan berarti proses dan praktik
penerapan konsep PEL di Kabupaten Tanggamus berjalan dengan optimal. Sisi
kelemahan dalam proses PEL di Kabupaten Tanggamus perlu dikaji lebih lanjut
kembali. Hal ini diperlukan, terutama sebagai bahan koreksi, evaluasi, dan
antisipasi dalam proses perencanaan penerapan PEL di wilayah lainnya. Dengan
demikian, kajian konsep PEL lebih lanjut dapat menggambarkan kerangka PEL yang
lebih berkembang dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
II. Konsep
Pengembangan Ekonomi Lokal
Pembangunan
Ekonomi Lokal (PEL) merupakan proses pembangunan ekonomi dimana stakeholders endogeneous (pemerintah,
swasta, dan masyarakat) yang berperan aktif dalam mengelola sumber daya lokal
untuk menciptakan lapangan kerja dan memberikan stimulus pada pertumbuhan
ekonomi di wilayahnya. Prinsip penerapannya adalah kerjasama stakeholders yang akan sangat menentukan
keberlanjutan pengembangan ekonomi lokal (Blakely, 1984 dalam Supriyadi, 2007).
Berdasarkan
fokus penerapannya, tujuan PEL meliputi :
- Membentuk jaringan kerja kemitraan antara pelaku ekonomi untuk pemanfaatan potensi lokal dengan meningkatkan kapasitas pasar pada tingkat lokal, regional dan global.
- Meningkatkan kapasitas lembaga lokal (pemerintah, swasta, dan masyarakat) dalam pengelolaan PEL.
- Terjadinya koloborasi antar aktor baik publik, bisnis dan masyarakat
- Secara kolektif akan mendorong kondisi yang nyaman dalam pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan
Sedangkan
sasaran yang ingin dicapai adalah tumbuh dan berkembangnya usaha masyarakat dan
meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga berkurangnya kesenjangan antara
masyarakat pedesaan dan perkotaan serta mendukung kebijakan pengentasan
kemiskinan.
Dalam
proses implementasi perencanaan dan penerapan PEL ini menggunakan prinsip
pendekatan ekonomi, kemitraan, dan kelembagaan.
1.
Prinsip ekonomi
- Mulai dengan kebutuhan pasar
- Menfokuskan pada kluster dari kegiatan ekonomi yang ada, yang produksinya dijual ke daerah luar (economic base) dan multiplier effect di daerahnya kuat
- Menhubungkan produsen skala kecil dengan supplier kepada perusahaan ekspor.
2.
Prinsip Kemitraan
- Adanya tanggung jawab dari masing-masing stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat) sebagai aktor pengembang dan pengelola ekonomi lokal.
- Masing-masing stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat) berperan aktif dalam bekerjasama
- Kemitraan mengandalakan sumber daya lokal, bukan bantuan dari luar atau asing
- Inisiatif digerakkan oleh pembeli, pasar, dan permintaan bukan produksi atau supply
3.
Prinsip Kelembagaan
- Fasilitas dialog diantara stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat) untuk menghasilkan ide dan inisiatif
- Mobilisasi sumber daya lokal untuk menunjang inisiatif yang diusulkan
- Pengembangan kelembagaan didasarkan atas kebutuhan dari kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung
Ketiga
prinsip tersebut dapat dijadikan sebagai strategi pendekatan dan proses
perencanaan mengembangkan ekonomi lokal yang dilakukan atas dasar partisipasi
dan kemitraan dalam kerangka pengembangan kelembagaan. Partisipasi dalam
konteks pemerintah diartikan sebagai forum yang terorganisasikan guna
menfasilitasi komunikasi antar pemerintah, masyarakat dan stakeholders dan
berbagi kelompok yang berkepentingan terhadap penanganan masalah atau
pengambilan keputusan. Partisipasi dan kemitraan antar pelaku dalam PEL
berkaitan erat dengan prinsip keterbukaan, pemberdayaan, efesiensi, dan good governance.
Dengan
demikian, dalam keberhasilan pengembangan ekonomi lokal dapat dilihat dari
beberapa indikator, yaitu:
- Perluasan kesempatan bagi masyarakat kecil dalam kesempatan kerja dan usaha
- Perluasan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan
- Keberdayaan lembaga usaha mikro dan kecil dalam proses produksi dan pemasaran
- Keberdayaan kelembagaan jaringan kerja kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat lokal (Supriyadi, 2007)
Dalam konteks
pembangunan wilayah, keberhasilan PEL akan mendorong percepatan pertumbuhan
wilayah yang berkembang dan tertinggal. Sehingga akan berkurangnya anggapan
eksploitasi pembangunan wilayah maju terhadap wilayah miskin (kesenjangan
wilayah). Pada akhirnya, konsep PEL menjadi alternatif bagi pengembangan
wilayah yang didasarkan atas pembangunan kapasitas lokal (sumberdaya alam,
manusia, kelembagaan) semakin berkembang.
III. Critical Review:
Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Tanggumus
Salah
satu daerah yang telah menerapkan konsep pengembangan ekonomi lokal dalam mengembangkan
wilayahnya adalah Kabupaten Tanggamus. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu
kaupaten yang berada di tepi barat Propinsi Lampung. Kopi merupakan komoditas
unggulan dan penting bagi perekonomian Propinsi Lampung. Propinsi Lampung
merupakan penghasil kopi terbesar di Indonesia, sedangkan Kabupaten Tanggamus
merupakan penghasil kopi terbesar di Propinsi Lampung.
Strategi
yang diterapkan dalam pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Tanggamus
diterapkan melalui pendekatan Kemitraan Bagi Pengembangan Ekonomi Lokal (KPEL). KPEL merupakan salah satu upaya
pendekatan untuk mendorong aktivitas ekonomi untuk mendorong kemitraan bagi
pemerintah-masyarakat-swasta dan menfokuskan pada pembangunan aktivitas klaster
ekonomi, sehingga terbangun keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku ekonomi
dalam sauatu wilayah dengan pasar. Program KPEL di Kabupten Tanggamus mulai
dilaksanakan pada tahun 2001 dengan menggunakan 3 strategi inti, yaitu :
1.Pembentukan Forum Kemitraan
Untuk menjaga kepentingan dan
keterlibatan, para stakeholders bergabung dengan sebuah Forum Kemitraan
Kabupaten Bagi Pengembangan Ekonomi Lokal (FKKPEL). FKKPEL menyiapkan
forum-forum untuk berdialog, merencanakan, pengembangan strategi dan pembuatan
keputusan terkait dengan pengembangan klaster kopi dan ekonomi lokal. Anggota
FKKPEL ini meliputi pemerintah lokal (Bappeda, Dinas Kehutanan dan Perkebunan,
Dinas Pemberdayaan Masyarakat), Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APKI) Lampung,
perwakilan petani dari tingkat desa, kelompok wanita tani, KUD Margo Rukun dan
Universitas Negri Lampung. Peranan FKKPEL dalam pengembangan ekonomi lokal
Kabupaten Tanggamus adalah mendorong kemampanan organisasi atau basis kolektif,
meningkatkan keterampilan dan kapasitas petani serta menyiapkan wadah bagi para
produsen untuk terlibat dalam perencanaan dan pembuatan kebijakan.
2. Pengembangan Klaster
Pada awal pemilihan klaster dilakukan oleh tim dari Fakultas Pertanian Universitas Negeri Lampung yang menghasilkan sejumlah rekomendasi komoditas pilihan yang layak dipilih. Kemudian penentuan komoditas dilakukan dalam forum bersama yang melibatkan seluruh stakeholders yang berkepentingan. Hasilnya disepakati bahwa pengembangan klaster kopi dipakai untuk menstimulasi perekembangan ekonomi lokal. Untuk mewujudakannya, terdapat prioritas aksi yang dilakukan, yaitu (a) pembentukan jaringan dan pengembangan kerjasama antara petani dan pedagang (b) pertukaran informasi dan pengetahuan (c) memperbaiaki produksi dan pengelolaan pasca panen (d) memperbaiki diversikasi dan (e) menjamin pemasaran bersama.
Selanjutnya dalam perkembangannya, telah dilakukan kerjasama antara petani kopi dan PT. Nestle Indonesia yang dikaitkan dengan pemberian bantuan teknik dan kegiatan kapasitas building. Selain itu, muncul usaha petani kopi untuk melakukan upaya diversikasi baik dalam rangka meningkatkan keterkaitan ke depan (forward linkages) dan dengan proses panen menjadi kopi bubuk maupun dengan membudidayakan tanaman lain. Hal ini membuat kegiatan petani dapat menghasilkan harga yang lebih baik dan tambahnya peluang pekerjaan. Sebagai hasilnya, kenaikan penjualan kopi petani telah mencapai hingga 300% melalui penjualan kolektif ke pedagang besar di Kabupaten Tanggamus seperti PT. Indocom, Pabrik Kopi Intan, Hotel Sartika dan Hotel Marcopolo.
Selanjutnya, petani kopi ini telah merencanakan untuk menambah add value pada produknya, tidak sebatas biji kopi, tetapi juga menjual kopi bubuk yang diproduksi bersama-sama oleh seluruh petani. Mereka pun juga berupaya unutk meningkatkan kualitas kopi biji dengan mengurus berbagai perijinan termasuk sertifikasi dari Dinas Kesehatan setempat.
Pada awal pemilihan klaster dilakukan oleh tim dari Fakultas Pertanian Universitas Negeri Lampung yang menghasilkan sejumlah rekomendasi komoditas pilihan yang layak dipilih. Kemudian penentuan komoditas dilakukan dalam forum bersama yang melibatkan seluruh stakeholders yang berkepentingan. Hasilnya disepakati bahwa pengembangan klaster kopi dipakai untuk menstimulasi perekembangan ekonomi lokal. Untuk mewujudakannya, terdapat prioritas aksi yang dilakukan, yaitu (a) pembentukan jaringan dan pengembangan kerjasama antara petani dan pedagang (b) pertukaran informasi dan pengetahuan (c) memperbaiaki produksi dan pengelolaan pasca panen (d) memperbaiki diversikasi dan (e) menjamin pemasaran bersama.
Selanjutnya dalam perkembangannya, telah dilakukan kerjasama antara petani kopi dan PT. Nestle Indonesia yang dikaitkan dengan pemberian bantuan teknik dan kegiatan kapasitas building. Selain itu, muncul usaha petani kopi untuk melakukan upaya diversikasi baik dalam rangka meningkatkan keterkaitan ke depan (forward linkages) dan dengan proses panen menjadi kopi bubuk maupun dengan membudidayakan tanaman lain. Hal ini membuat kegiatan petani dapat menghasilkan harga yang lebih baik dan tambahnya peluang pekerjaan. Sebagai hasilnya, kenaikan penjualan kopi petani telah mencapai hingga 300% melalui penjualan kolektif ke pedagang besar di Kabupaten Tanggamus seperti PT. Indocom, Pabrik Kopi Intan, Hotel Sartika dan Hotel Marcopolo.
Selanjutnya, petani kopi ini telah merencanakan untuk menambah add value pada produknya, tidak sebatas biji kopi, tetapi juga menjual kopi bubuk yang diproduksi bersama-sama oleh seluruh petani. Mereka pun juga berupaya unutk meningkatkan kualitas kopi biji dengan mengurus berbagai perijinan termasuk sertifikasi dari Dinas Kesehatan setempat.
3.Penguatan Kapasitas Produsen dan
Kelompoknya
Beberapa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kapasitas produsen dan kelompok di Kabupaten Tanggamus antara lain : (a) pembentukan
basis kelompok kolektif – Kelompok tani, dimana pembentukan kelompok tani ini
dimulai dari tingkat desa; (b) peningkatan kapasitas da keterampilan (c)
pembentukan jaringan da kerjasama antar petani dan pedagang (d) pertukaran
informasi dan pengetahuan (e) diversifikasi (f) skala ekonomis untuk pemasaran
bersama.
Dengan adanya pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Tanggamus, kepentingan bersama para stakeholders menyepakati bersama untuk mengembangkan ekonomi lokal melalui pengembangan klaster kopi termasuk peningkatan kualitas biji kopi, alternative diversikasi, peningkatan ketrampilan dan teknologi, perluasan pasar, penguatan posisi tawar petani, serta peningkatan pendapatan petani.
Dalam upaya pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Tanggamus telah mengupayakan pemanfaatan sumberdaya lokal yakni kopi, bahkan telah menjadi komoditas unggulan tingkat propinsi. Selain itu, dalam upaya pendekatan telah tepat karena menggunakan pendekatan pengembangan ekonomi lokal melalui kemitraan yakni dengan terbentuknya KPEL. Seperti yang diketahui bahwa PEL itu sendiri merupakan proses pembangunan kapasitas ekonomi lokal dimana publik, bisnis, LSM, bersama secara kolektif menciptakan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan.
Pada dasarnya, dalam pengembangan ekonomi lokal di Kabupetan Tanggamus telah menerapkan prinsip-prinsip konsep PEL yaitu prinsip ekonomi, kemitraan dan kelembagaan. Dalam prinsip ekonomi, PEL di Kabupaten Tanggamus tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan pasar, namun juga melihat peluang pasar. Sebagai penghasil kopi terbesar di Indonesia, Kabupaten Tanggamus telah memiliki modal awal untuk memenuhi supply kopi dalam negeri, bahkan luar negeri. Selain itu, kopi selain sebagai sebagai komoditas unggulan, juga menjadi klaster ekonomi yang mampu menjadi multiplier effect bagi pengembangan ekonomi setempat. Hal tersebut terbukti dengan adanya diversifikasi produk bji kopi menjadi bubuk kopi. Para petani kopi tersebut juga telah bekerjasama dengan perusahaan lokal, seperti PT. Nestle Indonesia, yang merupakan perusahaan internasional terbesar pengolah biji kopi. Hasil tersebut secara tidak langsung telah meningkatkan pendapatan petani kopi sebelumnya dan peningkatan lapangan kerja.
Sedangkan dalam prinsip kemitraan PEL, stakeholders di Kabupaten Tanggamus telah berperan aktif dan bekerjsama dalam mengembangkan ekonomi lokal. Keterlibatan Bappeda, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan instansi lokal lainnya, menunjukkan adanya tanggungjawab pemerintah lokal dan industri lokal terhdapa pembangunan ekonomi setempat. Adanya koloborasi aktif dan tindakan kolektif baik publik, bisnis, masyarakat telah menumbuhkan kondisi yang nyaman dan kondusif bagi keberlangsungan PEL. Hal ini tentu akan berdampak positif bagi pengembangan wilayah di Kabupaten Tanggamus.
Dalam prinsip kelembagaan, PEL Kabupaten Tanggamus juga telah mendorong terbentuknya kelembagaan lokal dalam skala kecil yang menjadi fasilitas bagi pengembangan komunitas setempat, seperti terbentuknya paguyuban atau “Asosiasi Petani” kopi. Terbentuknya lembaga tersebut menunjukkan bahwa para petani sadar akan keuntungan dan kerjasama antara produsen.
Dalam sudut pandangan pengembangan wilayah, PEL yang dilaksanakan di Kabupaten Tanggamus belum menjelaskan dan menunjukkan suatu wilayah yang berkembang. Padahal dari segi pelaksanaan PEL sendiri Kabupaten Tanggamus dianggaap telah berhasil. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan unutk mendorong inovasi penerapan implementasi PEL dalam satu struktur yang terintegrasi. Beberapa strategi yang dapat dikembangkan bagi PEL selanjunya adalah sebagai berikut:
Dengan adanya pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Tanggamus, kepentingan bersama para stakeholders menyepakati bersama untuk mengembangkan ekonomi lokal melalui pengembangan klaster kopi termasuk peningkatan kualitas biji kopi, alternative diversikasi, peningkatan ketrampilan dan teknologi, perluasan pasar, penguatan posisi tawar petani, serta peningkatan pendapatan petani.
Dalam upaya pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Tanggamus telah mengupayakan pemanfaatan sumberdaya lokal yakni kopi, bahkan telah menjadi komoditas unggulan tingkat propinsi. Selain itu, dalam upaya pendekatan telah tepat karena menggunakan pendekatan pengembangan ekonomi lokal melalui kemitraan yakni dengan terbentuknya KPEL. Seperti yang diketahui bahwa PEL itu sendiri merupakan proses pembangunan kapasitas ekonomi lokal dimana publik, bisnis, LSM, bersama secara kolektif menciptakan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan.
Pada dasarnya, dalam pengembangan ekonomi lokal di Kabupetan Tanggamus telah menerapkan prinsip-prinsip konsep PEL yaitu prinsip ekonomi, kemitraan dan kelembagaan. Dalam prinsip ekonomi, PEL di Kabupaten Tanggamus tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan pasar, namun juga melihat peluang pasar. Sebagai penghasil kopi terbesar di Indonesia, Kabupaten Tanggamus telah memiliki modal awal untuk memenuhi supply kopi dalam negeri, bahkan luar negeri. Selain itu, kopi selain sebagai sebagai komoditas unggulan, juga menjadi klaster ekonomi yang mampu menjadi multiplier effect bagi pengembangan ekonomi setempat. Hal tersebut terbukti dengan adanya diversifikasi produk bji kopi menjadi bubuk kopi. Para petani kopi tersebut juga telah bekerjasama dengan perusahaan lokal, seperti PT. Nestle Indonesia, yang merupakan perusahaan internasional terbesar pengolah biji kopi. Hasil tersebut secara tidak langsung telah meningkatkan pendapatan petani kopi sebelumnya dan peningkatan lapangan kerja.
Sedangkan dalam prinsip kemitraan PEL, stakeholders di Kabupaten Tanggamus telah berperan aktif dan bekerjsama dalam mengembangkan ekonomi lokal. Keterlibatan Bappeda, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan instansi lokal lainnya, menunjukkan adanya tanggungjawab pemerintah lokal dan industri lokal terhdapa pembangunan ekonomi setempat. Adanya koloborasi aktif dan tindakan kolektif baik publik, bisnis, masyarakat telah menumbuhkan kondisi yang nyaman dan kondusif bagi keberlangsungan PEL. Hal ini tentu akan berdampak positif bagi pengembangan wilayah di Kabupaten Tanggamus.
Dalam prinsip kelembagaan, PEL Kabupaten Tanggamus juga telah mendorong terbentuknya kelembagaan lokal dalam skala kecil yang menjadi fasilitas bagi pengembangan komunitas setempat, seperti terbentuknya paguyuban atau “Asosiasi Petani” kopi. Terbentuknya lembaga tersebut menunjukkan bahwa para petani sadar akan keuntungan dan kerjasama antara produsen.
Dalam sudut pandangan pengembangan wilayah, PEL yang dilaksanakan di Kabupaten Tanggamus belum menjelaskan dan menunjukkan suatu wilayah yang berkembang. Padahal dari segi pelaksanaan PEL sendiri Kabupaten Tanggamus dianggaap telah berhasil. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan unutk mendorong inovasi penerapan implementasi PEL dalam satu struktur yang terintegrasi. Beberapa strategi yang dapat dikembangkan bagi PEL selanjunya adalah sebagai berikut:
- Memperbaiki keberadaan sumberdaya ekonomi lokal melalui investasi baik modal fisik maupun manusia unutk menjaga keberlanjutan pengembangan ekonomi lokal komoditas kopi.
- Membangun fasilitas pendidikan dan penelitian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kapasitas produksi
- Memasarkan kemampuan dan keunggulan wilayah kepada dunia usaha di luar wilayah melalui pameran produk
Secara
keseluruhan pengembangan ekonomi lokal seharusnya memiliki kekuatan dalam
pendekatan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan lokal, keterkaitan pasar
dan keterkaitan antara desa-kota. Adanya upaya kerjasama ekonomi yang saling
menguntungkan baik keterkaitan usaha hului hilir maupun keterkaitan antara
spasial desa kota akan meningkatkan nilai tambah komoditas dan berkembangnya
diversifikasi usaha. Hal ini akan memunculkan pandangan strategis mengenai
pengembangan wilayah melalui pengembangan ekonomi.
IV. Penutup
Pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Tanggamus, setidaknya menjadi pembelajaran dalam proses perencanaan dan penerapan konsep pengembangan ekonomi lokal. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dari studi kasus penerapan PEL di Kabupaten Tanggamus disimpulkan bahwa :
Pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Tanggamus, setidaknya menjadi pembelajaran dalam proses perencanaan dan penerapan konsep pengembangan ekonomi lokal. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dari studi kasus penerapan PEL di Kabupaten Tanggamus disimpulkan bahwa :
- Pengembangan ekonomi lokal merupakan konsep pengembangan wilayah dalam upaya pemanfaatan dan pemberdayaan sumber daya lokal baik fisik, masyarakat maupun kelembagaan. Dalam prinsip penerapan pengembangan ekonomi lokal lebih mengedepankan pendekatan kemitraan sebagai penentu keberlangsungan dan keberlanjutan ekonomi.
- Pengembangan ekonomi lokal di Kabupten Tanggamus telah sesuai dengan prinsip ekonomi, kemitraan, dan kelembagaan dan berhasil dalam mengorganisasi pengembangan ekonomi melalui kerjasama stakeholders setempat.
- Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Tanggamus belum menunjukkan secara pasti kemajuan Kabupaten Tanggamus. Oleh karena itu, untuk mengoptimalisasi pengembangan ekonomi diperlukan inovasi kebijakan diantaranya adalah memperbaiki keberadaan sumberdaya ekonomi lokal melalui investasi baik modal fisik maupun manusia untuk menjaga keberlanjutan pengembangan ekonomi lokal komoditas kopi, membangun fasilitas pendidikan dan penelitian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kapasitas produksi, memasarkan kemampuan dan keunggulan wilayah kepada dunia usaha di luar wilayah melalui pameran produk.
Sumber Referensi
- Tarigan, Antonius. 2005. Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21: Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Tanggamus. Jakarta: Yayasan Sugijanto Soegijoko-URDI
- R. Supriyadi, Ery. 2007. Telaah Kendala Penerapan dan Pengembangan Ekonomi Lokal: Pragmatisme dalam Praktek Pendekatan PEL. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol 18 No. 2 Agustus 2007 Hal 103-123
Assalamualaikum...
BalasHapusTerimakasih, bermanfaat sekali :)
uraian yang sangat bagus, yang dapat dijadikan referensi untuk pengembangan potensi lokal bagi daerah saya juga kelak
BalasHapus