Senin, 16 Januari 2012

CRITICAL RIVIEW : KONSEP PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DI KABUPATEN TANGGAMUS

Deny Ferdyansyah – 3608100008
Perencanaan Wilayah dan Kota - ITS

I.  Pendahuluan
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia diperkirakan akan mengalami banyak kerugian karena belum siap melakukan era perdagangan bebas (ekonomi global). Untuk dapat mengambil peluang, manfaat, dan keterlibatan  dalam ekonomi global tersebut, maka bangsa Indonesia membutuhkan strategi pembangunan wilayah yang diarahkan pada terjadinya pemerataan (equity), mendukung pertumbuhan (efficiency) dan keberlanjutan (suistainability). Prinsip yang dapat dijadikan indikator dalam pengembangan wilayah tersebut adalah daya saing, produktivitas, dan efisiensi. Sehingga paradigma pembangunan yang dilakukan harus lebih diorientasikan pada pembangunan spasial pada tingkat wilayah dan lokal dengan lebih mengutamakan kapasitas ekonomi lokal (local economic development).
Adanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah membuka peluang pemerintah daerah untuk mengatur dan melakukan intervensi langsung dalam pengembangan ekonomi daerahnya. Selain itu, pemerintah daerah mempunyai wewenang dalam membuat kebijakan pengembangan ekonomi daerah yang didasarkan pada pengembangan sektor-sektor unggulan yang memiliki nilai kompetitif dan berorientasi global di masing-masing wilayahnya. Hal ini bertujuan mencegah terjadinya polarisasi yang mencolok antara wilayah maju dan wilayah yang kurang berkembang.
Konsep pengembangan wilayah yang berbasis ekonomi lokal merupakan konsep pembangunan yang didasarkan pada kapasitas lokal yang semakin berkembang (endogeneous development). Prinsip utama dalam implementasi pengembangan ekonomi lokal (PEL) adalah kemitraan. Adanya  kerjasama pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat sangat menentukkan keberhasilan dan keberlanjutan program PEL dalam suatu wilayah.
Kabupaten Tanggamus telah mengimplementasikan konsep PEL di wilayahnya. Strategi penerapan dalam PEL di Kabupaten Tanggamus melalui forum kemitraan yang terbukti dapat meningkatkan kapasitas lokal baik kemampuan kerjasama stakeholders dan optimalisasi sumber daya alam setempat. Namun, bukan berarti proses dan praktik penerapan konsep PEL di Kabupaten Tanggamus berjalan dengan optimal. Sisi kelemahan dalam proses PEL di Kabupaten Tanggamus perlu dikaji lebih lanjut kembali. Hal ini diperlukan, terutama sebagai bahan koreksi, evaluasi, dan antisipasi dalam proses perencanaan penerapan PEL di wilayah lainnya. Dengan demikian, kajian konsep PEL lebih lanjut dapat menggambarkan kerangka PEL yang lebih berkembang dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

II. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal
Pembangunan Ekonomi Lokal (PEL) merupakan proses pembangunan ekonomi dimana stakeholders endogeneous (pemerintah, swasta, dan masyarakat) yang berperan aktif dalam mengelola sumber daya lokal untuk menciptakan lapangan kerja dan memberikan stimulus pada pertumbuhan ekonomi di wilayahnya. Prinsip penerapannya adalah kerjasama stakeholders yang akan sangat menentukan keberlanjutan pengembangan ekonomi lokal (Blakely, 1984 dalam Supriyadi, 2007).
Berdasarkan fokus penerapannya, tujuan PEL meliputi :
  1.  Membentuk jaringan kerja kemitraan antara pelaku ekonomi untuk pemanfaatan potensi lokal dengan meningkatkan kapasitas pasar pada tingkat lokal, regional dan global.
  2. Meningkatkan kapasitas lembaga lokal (pemerintah, swasta, dan masyarakat) dalam pengelolaan PEL.
  3. Terjadinya koloborasi antar aktor baik publik, bisnis dan masyarakat
  4. Secara kolektif akan mendorong kondisi yang nyaman dalam pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah tumbuh dan berkembangnya usaha masyarakat dan meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga berkurangnya kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan serta mendukung kebijakan pengentasan kemiskinan.
Dalam proses implementasi perencanaan dan penerapan PEL ini menggunakan prinsip pendekatan ekonomi, kemitraan, dan kelembagaan. 
     1.      Prinsip ekonomi
  • Mulai dengan kebutuhan pasar
  • Menfokuskan pada kluster dari kegiatan ekonomi yang ada, yang produksinya dijual ke daerah luar (economic base) dan multiplier effect di daerahnya kuat
  •  Menhubungkan produsen skala kecil dengan supplier kepada perusahaan ekspor.
     2.      Prinsip Kemitraan
  • Adanya tanggung jawab dari masing-masing stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat) sebagai aktor pengembang dan pengelola ekonomi lokal.
  • Masing-masing stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat) berperan aktif dalam bekerjasama
  • Kemitraan mengandalakan sumber daya lokal, bukan bantuan dari luar atau asing
  • Inisiatif digerakkan oleh pembeli, pasar, dan permintaan bukan produksi atau supply  
     3.      Prinsip Kelembagaan
  • Fasilitas dialog diantara stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat) untuk menghasilkan ide dan inisiatif
  • Mobilisasi sumber daya lokal untuk menunjang inisiatif yang diusulkan
  • Pengembangan kelembagaan didasarkan atas kebutuhan dari kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung
Ketiga prinsip tersebut dapat dijadikan sebagai strategi pendekatan dan proses perencanaan mengembangkan ekonomi lokal yang dilakukan atas dasar partisipasi dan kemitraan dalam kerangka pengembangan kelembagaan. Partisipasi dalam konteks pemerintah diartikan sebagai forum yang terorganisasikan guna menfasilitasi komunikasi antar pemerintah, masyarakat dan stakeholders dan berbagi kelompok yang berkepentingan terhadap penanganan masalah atau pengambilan keputusan. Partisipasi dan kemitraan antar pelaku dalam PEL berkaitan erat dengan prinsip keterbukaan, pemberdayaan, efesiensi, dan good governance.
Dengan demikian, dalam keberhasilan pengembangan ekonomi lokal dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu:
  1. Perluasan kesempatan bagi masyarakat kecil dalam kesempatan kerja dan usaha
  2. Perluasan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan
  3. Keberdayaan lembaga usaha mikro dan kecil dalam proses produksi dan pemasaran
  4. Keberdayaan kelembagaan jaringan kerja kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat lokal (Supriyadi, 2007)
     Dalam konteks pembangunan wilayah, keberhasilan PEL akan mendorong percepatan pertumbuhan wilayah yang berkembang dan tertinggal. Sehingga akan berkurangnya anggapan eksploitasi pembangunan wilayah maju terhadap wilayah miskin (kesenjangan wilayah). Pada akhirnya, konsep PEL menjadi alternatif bagi pengembangan wilayah yang didasarkan atas pembangunan kapasitas lokal (sumberdaya alam, manusia, kelembagaan) semakin berkembang.

III. Critical Review: Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Tanggumus
Salah satu daerah yang telah menerapkan konsep pengembangan ekonomi lokal dalam mengembangkan wilayahnya adalah Kabupaten Tanggamus. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kaupaten yang berada di tepi barat Propinsi Lampung. Kopi merupakan komoditas unggulan dan penting bagi perekonomian Propinsi Lampung. Propinsi Lampung merupakan penghasil kopi terbesar di Indonesia, sedangkan Kabupaten Tanggamus merupakan penghasil kopi terbesar di Propinsi Lampung.
Strategi yang diterapkan dalam pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Tanggamus diterapkan melalui pendekatan Kemitraan Bagi Pengembangan Ekonomi Lokal (KPEL). KPEL merupakan salah satu upaya pendekatan untuk mendorong aktivitas ekonomi untuk mendorong kemitraan bagi pemerintah-masyarakat-swasta dan menfokuskan pada pembangunan aktivitas klaster ekonomi, sehingga terbangun keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku ekonomi dalam sauatu wilayah dengan pasar. Program KPEL di Kabupten Tanggamus mulai dilaksanakan pada tahun 2001 dengan menggunakan 3 strategi inti, yaitu :
     1.Pembentukan Forum Kemitraan
Untuk menjaga kepentingan dan keterlibatan, para stakeholders bergabung dengan sebuah Forum Kemitraan Kabupaten Bagi Pengembangan Ekonomi Lokal (FKKPEL). FKKPEL menyiapkan forum-forum untuk berdialog, merencanakan, pengembangan strategi dan pembuatan keputusan terkait dengan pengembangan klaster kopi dan ekonomi lokal. Anggota FKKPEL ini meliputi pemerintah lokal (Bappeda, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat), Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APKI) Lampung, perwakilan petani dari tingkat desa, kelompok wanita tani, KUD Margo Rukun dan Universitas Negri Lampung. Peranan FKKPEL dalam pengembangan ekonomi lokal Kabupaten Tanggamus adalah mendorong kemampanan organisasi atau basis kolektif, meningkatkan keterampilan dan kapasitas petani serta menyiapkan wadah bagi para produsen untuk terlibat dalam perencanaan dan pembuatan kebijakan.
     2. Pengembangan Klaster 
  Pada awal pemilihan klaster dilakukan oleh tim dari Fakultas Pertanian Universitas Negeri Lampung yang menghasilkan sejumlah rekomendasi komoditas pilihan yang layak dipilih. Kemudian penentuan komoditas dilakukan dalam forum bersama yang melibatkan seluruh stakeholders yang berkepentingan. Hasilnya disepakati bahwa pengembangan klaster kopi dipakai untuk menstimulasi perekembangan ekonomi lokal. Untuk mewujudakannya, terdapat prioritas aksi yang dilakukan, yaitu (a) pembentukan jaringan dan pengembangan kerjasama antara petani dan pedagang (b) pertukaran informasi dan pengetahuan (c) memperbaiaki produksi dan pengelolaan pasca panen (d) memperbaiki diversikasi dan (e) menjamin pemasaran bersama.
   Selanjutnya dalam perkembangannya, telah dilakukan kerjasama antara petani kopi dan PT. Nestle Indonesia yang dikaitkan dengan pemberian bantuan teknik dan kegiatan kapasitas building. Selain itu, muncul usaha petani kopi untuk melakukan upaya diversikasi baik dalam rangka meningkatkan keterkaitan ke depan (forward linkages) dan dengan proses panen menjadi kopi bubuk maupun dengan membudidayakan tanaman lain. Hal ini membuat kegiatan petani dapat menghasilkan harga yang lebih baik dan tambahnya peluang pekerjaan. Sebagai hasilnya, kenaikan penjualan kopi petani telah mencapai hingga 300% melalui penjualan kolektif ke pedagang besar di Kabupaten Tanggamus seperti PT. Indocom, Pabrik Kopi Intan, Hotel Sartika dan Hotel Marcopolo.
   Selanjutnya, petani kopi ini telah merencanakan untuk menambah add value pada produknya, tidak sebatas biji kopi, tetapi juga menjual kopi bubuk yang diproduksi bersama-sama oleh seluruh petani. Mereka pun juga berupaya unutk meningkatkan kualitas kopi biji dengan mengurus berbagai perijinan termasuk sertifikasi dari Dinas Kesehatan setempat.
     3.Penguatan Kapasitas Produsen dan Kelompoknya
Beberapa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produsen dan kelompok di Kabupaten Tanggamus antara lain : (a) pembentukan basis kelompok kolektif – Kelompok tani, dimana pembentukan kelompok tani ini dimulai dari tingkat desa; (b) peningkatan kapasitas da keterampilan (c) pembentukan jaringan da kerjasama antar petani dan pedagang (d) pertukaran informasi dan pengetahuan (e) diversifikasi (f) skala ekonomis untuk pemasaran bersama.
Dengan adanya pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Tanggamus, kepentingan bersama para stakeholders menyepakati bersama untuk mengembangkan ekonomi lokal melalui pengembangan klaster kopi  termasuk peningkatan kualitas biji kopi, alternative diversikasi, peningkatan ketrampilan dan teknologi, perluasan pasar, penguatan posisi tawar petani, serta peningkatan pendapatan petani.
Dalam upaya pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Tanggamus telah mengupayakan pemanfaatan sumberdaya lokal yakni kopi, bahkan telah menjadi komoditas unggulan tingkat propinsi. Selain itu, dalam upaya pendekatan telah tepat karena menggunakan pendekatan pengembangan ekonomi lokal melalui kemitraan yakni dengan terbentuknya KPEL. Seperti yang diketahui bahwa PEL itu sendiri merupakan proses pembangunan kapasitas ekonomi lokal dimana publik, bisnis, LSM, bersama secara kolektif menciptakan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan.

Pada dasarnya, dalam pengembangan ekonomi lokal di Kabupetan Tanggamus telah menerapkan prinsip-prinsip konsep PEL yaitu prinsip ekonomi, kemitraan dan kelembagaan. Dalam prinsip ekonomi, PEL di Kabupaten Tanggamus tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan pasar, namun juga melihat peluang pasar. Sebagai penghasil kopi terbesar di Indonesia, Kabupaten Tanggamus telah memiliki modal awal untuk memenuhi supply kopi dalam negeri, bahkan luar negeri. Selain itu, kopi selain sebagai sebagai komoditas unggulan, juga menjadi klaster ekonomi yang mampu menjadi multiplier effect bagi pengembangan ekonomi setempat. Hal tersebut terbukti dengan adanya diversifikasi produk bji kopi menjadi bubuk kopi. Para petani kopi tersebut juga telah bekerjasama dengan perusahaan lokal, seperti PT. Nestle Indonesia, yang merupakan perusahaan internasional terbesar pengolah biji kopi. Hasil tersebut secara tidak langsung telah meningkatkan pendapatan petani kopi sebelumnya dan peningkatan lapangan kerja.

Sedangkan dalam prinsip kemitraan PEL, stakeholders di Kabupaten Tanggamus telah berperan aktif dan bekerjsama dalam mengembangkan ekonomi lokal. Keterlibatan Bappeda, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan instansi lokal lainnya, menunjukkan adanya tanggungjawab pemerintah lokal dan industri lokal terhdapa pembangunan ekonomi setempat. Adanya koloborasi aktif dan tindakan kolektif baik publik, bisnis, masyarakat telah menumbuhkan kondisi yang nyaman dan kondusif bagi keberlangsungan PEL. Hal ini tentu akan berdampak positif bagi pengembangan wilayah di Kabupaten Tanggamus.

Dalam prinsip kelembagaan, PEL Kabupaten Tanggamus juga telah mendorong terbentuknya kelembagaan lokal dalam skala kecil yang menjadi fasilitas bagi pengembangan komunitas setempat, seperti terbentuknya paguyuban atau “Asosiasi Petani” kopi. Terbentuknya lembaga tersebut menunjukkan bahwa para petani sadar akan keuntungan dan kerjasama antara produsen. 

Dalam sudut pandangan pengembangan wilayah, PEL yang dilaksanakan di Kabupaten Tanggamus belum menjelaskan dan menunjukkan suatu wilayah yang berkembang. Padahal dari segi pelaksanaan PEL sendiri Kabupaten Tanggamus dianggaap telah berhasil. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan unutk mendorong inovasi penerapan implementasi PEL dalam satu struktur yang terintegrasi. Beberapa strategi yang dapat dikembangkan bagi PEL selanjunya adalah sebagai berikut:
  1. Memperbaiki keberadaan sumberdaya ekonomi lokal melalui investasi baik modal fisik maupun manusia unutk menjaga keberlanjutan pengembangan ekonomi lokal komoditas kopi.
  2. Membangun fasilitas pendidikan dan penelitian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kapasitas produksi
  3. Memasarkan kemampuan dan keunggulan wilayah kepada dunia usaha di luar wilayah melalui pameran produk
Secara keseluruhan pengembangan ekonomi lokal seharusnya memiliki kekuatan dalam pendekatan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan lokal, keterkaitan pasar dan keterkaitan antara desa-kota. Adanya upaya kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan baik keterkaitan usaha hului hilir maupun keterkaitan antara spasial desa kota akan meningkatkan nilai tambah komoditas dan berkembangnya diversifikasi usaha. Hal ini akan memunculkan pandangan strategis mengenai pengembangan wilayah melalui pengembangan ekonomi.

IV. Penutup 
Pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Tanggamus, setidaknya menjadi pembelajaran dalam proses perencanaan dan penerapan konsep pengembangan ekonomi lokal. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dari studi kasus penerapan PEL di Kabupaten Tanggamus disimpulkan bahwa :
  1. Pengembangan ekonomi lokal merupakan konsep pengembangan wilayah dalam upaya pemanfaatan dan pemberdayaan sumber daya lokal baik fisik, masyarakat maupun kelembagaan. Dalam prinsip penerapan pengembangan ekonomi lokal lebih mengedepankan pendekatan kemitraan sebagai penentu keberlangsungan dan keberlanjutan ekonomi.
  2. Pengembangan ekonomi lokal di Kabupten Tanggamus telah sesuai dengan prinsip ekonomi, kemitraan, dan kelembagaan dan berhasil dalam mengorganisasi pengembangan ekonomi melalui kerjasama stakeholders setempat.
  3. Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Tanggamus belum menunjukkan secara pasti kemajuan Kabupaten Tanggamus. Oleh karena itu, untuk mengoptimalisasi pengembangan ekonomi diperlukan inovasi kebijakan diantaranya adalah memperbaiki keberadaan sumberdaya ekonomi lokal melalui investasi baik modal fisik maupun manusia untuk menjaga keberlanjutan pengembangan ekonomi lokal komoditas kopi, membangun fasilitas pendidikan dan penelitian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kapasitas produksi, memasarkan kemampuan dan keunggulan wilayah kepada dunia usaha di luar wilayah melalui pameran produk.
Sumber Referensi
  • Tarigan, Antonius. 2005. Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21: Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Tanggamus. Jakarta: Yayasan Sugijanto Soegijoko-URDI
  • R. Supriyadi, Ery. 2007. Telaah Kendala Penerapan dan Pengembangan Ekonomi Lokal: Pragmatisme dalam Praktek Pendekatan PEL. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol 18 No. 2 Agustus 2007 Hal 103-123

2 komentar:

  1. Assalamualaikum...
    Terimakasih, bermanfaat sekali :)

    BalasHapus
  2. uraian yang sangat bagus, yang dapat dijadikan referensi untuk pengembangan potensi lokal bagi daerah saya juga kelak

    BalasHapus