Oleh:
Deny
Ferdyansyah – 3608100008
Perencanaan
Wilayah dan Kota - ITS
Kawasan pesisir
merupakan kawasan yang strategis bagi pengembangan wilayah karena memiliki karakterisitik
dan keunggulan yang komparatif dan kompetitif, terutama pada kawasan vital kota
pesisir . Kota pesisir memiliki karakteristik sebagai kawasan open acces dan multi use yang berpotensi sebagai prime movers pengembangan wilayah lokal, regional, dan nasional,
bahkan internasional (Rahmat, 2010). Sebaliknya, kota pesisir memiliki
sensifitas tinggi terhadap degradasi lingkungan apabila eksploitasi dan pembangunan
dilakukan secara berlebihan. Oleh karena itu, perencanaan dan pengelolaaan
kawasan kota pesisir diperlukan sebagai upaya pengembangan kawasan pesisir yang
terpadu dan berkelanjutan.
Mayoritas kota-kota di
Indonesia dapat dikategorikan sebagai kota pesisir karena lokasinya yang berada
di wilayah pesisir, terutama kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
Makasar. Kota-kota tersebut memiliki kawasan pesisir yang strategis yang
dikembangkan sebagai kota pesisir atau yang lebih dikenal dengan sebutan waterfront city. Misalnya, perencanaan
kawasan eco-waterfront city di Teluk
Lamong Kota Surabaya dikembangkan sebagai pendukung kegiatan Pelabuhan Tanjung
Perak yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Sehingga tidak heran jika konsep
perencanaan waterfront city terus dikembangkan
sesuai dengan karakteristik kawasan pesisir masing-masing wilayah.
Namun, proses dan
teknik implementasi perencaaan waterfront
city masih mengalami kendala. Salah satunya adalah penyediaan lahan bagi
pengembangan waterfront city. Upaya
yang sering dilakukan adalah mereklamasi kawasan pesisir tersebut. Sedangkan
beberapa pihak menilai bahwa reklamasi dapat mengakibatkan degradasi lingkungan
yang dapat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem kawasan pesisir. Seperti
kasus pengembangan waterfront city,
Teluk Lamong Kota Surabaya melalui reklamasi pantai, menurut organisasi
lingkungan akan merusak ekosistem pesisir, diantaranya hutan bakau yang telah
menjadi penyeimbang dan penyangga ekosistem pesisir dan laut yang dapat mengancam
sumber kehidupan ribuan nelayan dan petani tambak di Surabaya dan Gresik (Bappeprov Jatim, 2010).
Dengan demikian,
diperlukan kajian lebih lanjut tentang aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam
perencanaan waterfront city. Pendekatan
yang dapat dilakukan adalah melalui pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu
dan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, dapat juga belajar dari pengalaman kota-kota di negara maju yang
sukses mengembangkan dan mengimplementasikan konsep waterfront city, seperti San Antonio (Amerika Serikat), Venesia
(Italia), Darling Harbor
(Sydney), Inner Harbor (Baltimore), Clark & Boat Quay (Singapura), serta
Kop van Zuid (Rotterdam). Pada akhirnya, konsep
perencanaan waterfront city dapat
mewujudkan pembangunan kawasan pesisir yang terpadu dan berkelanjutan di
Indonesia.
Konsep
Perencanaan Waterfront City
Menurut
direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pedoman Kota Pesisir
(2006) mengemukakan bahwa Kota Pesisir atau waterfront
city merupakan suatu kawasan yang terletak berbatasan dengan air dan
menghadap ke laut, sungai, danau dan sejenisnya. Waterfront city juga dapat diartikan suatu proses dari hasil pembangunan yang
memiliki kontak visual dan fisik dengan air dan bagian dari upaya pengembangan
wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat dengan air dimana
bentuk pengembangan pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan. Sebagai
bagian dari kawasan pesisir, kota pesisir
(waterfront city) memiliki karakteristik sebagai kawasan open acces dan multi use yang berpotensi sebagai primemovers pengembangan wilayah lokal, regional, dan nasional,
bahkan internasional (Rahmat, 2010).
Pada
awalnya waterfront tumbuh di wilayah yang memiliki tepian (laut, sungai,
danau) yang potensial, antara lain: terdapat
sumber air yang sangat dibutuhkan untuk minum, terletak di sekitar muara sungai
yang memudahkan hubungan transportasi antara dunia luar dan kawasan pedalaman, memiliki
kondisi geografis yang terlindung dari hantaman gelombang danserangan musuh. Perkembangan
selanjutnya mengarah ke wilayah daratan yang kemudian berkembang lebih cepat
dibandingkan perkembangan waterfront.
Kondisi
fisik lingkungan waterfront city secara
topografi merupakan pertemuan antara darat dan air, daratan yang rendah dan
landai, serta sering terjadi erosi dan sedimentasi yang bisa menyebabkan
pendangkalan. Secara hidrologi merupakan daerah pasang surut, mempunyai air
tanah tinggi,terdapat tekanan air sungai terhadap air tanah, serta merupakan
daerahrawa sehingga run off air rendah. Secara geologi kawasan tersebut
sebagian besar mempunyai struktur batuan lepas,tanah lembek, dan rawan terhadap
gelombang air. Secara tata guna lahan kawasan tersebut mempunyai hubungan yang
intensif antaraair dan elemen perkotaan. Secara klimatologi kawasan tersebut
mempunyai dinamika iklim, cuaca, angin dansuhu serta mempunyai kelembaban
tinggi. Pergeseran fungsi badan perairan laut sebagai akibat kegiatan di
sekitarnya menimbulkan beberapa permasalahan lingkungan, seperti pencemaran. Kondisi ekonomi, sosial dan budaya waterfront
city memiliki keunggulan lokasi yang dapat menjadi pusat pertumbuhan
ekonomi, penduduk mempunyai kegiatan sosio-ekonomi yang berorientasi ke air dan
darat, terdapat peninggalan sejarah dan budaya, terdapat masyarakat yang secara
tradisi terbiasa hidup (bahkan tidak dapat dipisahkan) di atas air. Terdapat
pula budaya/tradisi pemanfaatan perairan sebagaitransportasi utama, merupakan
kawasan terbuka (akses langsung) sehingga rawan terhadap
keamanan,penyelundupan, peyusupan (masalah pertahanan keamanan) dan sebagainya.
Prinsip perancangan waterfront city adalah dasar-dasar
penataan kota atau kawasan yang memasukan berbagai aspek pertimbangan dan
komponen penataan untuk mencapai suatu perancangan kota atau kawasan yang baik.
Kawasan tepi air merupakan lahan atau area yang terletak berbatasan dengan air
seperti kota yang menghadap ke laut, sungai, danau atau sejenisnya. Bila
dihubungkan dengan pembangunan kota, kawasan tepi air adalah area yang dibatasi
oleh air dari komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai
manusia, yaitu kebutuhan akan ruang publik dan nilai alami. Berikut alur pikir
perumusan prinsip perancangan kawasan tepi air (waterfront city).
Bagan
Alur Pikir Perumusan Prinsip Perancangan Kawasan Tepi Air
Sumber: Sastrawati,
2003
Aspek yang dipertimbangkan
adalah kondisi yang ingin dicapai dalam penataan kawasan. Komponen penataan
merupakan unsur yang diatur dalam prinsip perancangan sesuai dengan aspek yang
dipetimbangkan.Variabel penataan adalah elemen penataan kawasan yang merupakan
bagian dari tiap komponen dan variabel penataan kawasan dihasilkan dari kajian
(normatif) kebijakan atau aturan dalam penataan kawasan tepi air baik didalam
maupun luar negeri dan hasil pengamatan di kawasan studi (Sastrawati, 2003).
Penerapan
waterfront city di kota-kota negara
maju dapat juga dijadikan referensi dalam perencanaan waterfront city bagi kota-kota di Indonesia. Di negara maju
perencanaan dan pengembangan waterfront city didasarkan pada berbagai
konsep sesuai dengan kondisi sosio-kultur, kemampuan teknologi dan ekonomi
serta kebutuhan kotanya masing-masing. Kota San
Antonio di Texas berhasil mengembangkan waterfront city modern
yang dapat mempertahankan bangunan bersejarah dan dapat menonjolkan nuansa
kesenian dan budaya setempat. Kawasan Waterfront city di
pusat kota ini yang dapat meningkatkan kondisi perekonomian di Texas.
Positano
dan Amalfi di Italia, mengembangkan romantic waterfront yang
mengkombinasikan pelabuhan, resort dan pusat perbelanjaan yang seimbang fungsi
dan skalanya. Venesia mengembangkan perairan tidak hanya sebagai edge
tetapi juga sebagai jalur arteri sirkulasi kota,Vaporeti (bus air)sampai
angkutan pencampur beton, seluruhnya
menggunakan jalur air. Tepian Sungai Seina di Paris dikembangkan untuk
menciptakan fungsi, skala perubahan suasana yang dinamis melalui penataan
kawasan komersial, industri, residensial dan rekreasi.
Waterfront City di Indonesia
Pada dasarnya,
mayoritas perencanaan dan pengembangan waterfront
city di kota-kota Indonesia memiliki karakteristik yang beorientasi ekonomi
dan ekologis sehingga mampu menjadi prime
movers pengembangan wilayah lokal, regional, dan nasional, bahkan
internasional. Seperti perencanaan dan pengembangan waterfront city di Jakarta yang mempunyai tujuan utama
merevitalisasi, memperbaiki kehidupan masyarakat pantai, termasuk nelayannya.
Pantai juga ditata kembali bagi kesejahteraan masyarakat, dengan memberdayakan
keunggulan ekonomis dari pantai tersebut, seperti pariwisata, industri,
pelabuhan, pantai untuk publik dan juga perumahan (Rahmat,2010).
Di Kota Surabaya,
perencanaan waterfront city
dikembangkan di Teluk Lamong dengan konsep pelabuhan modern yang mengacu pada
pelabuhan modern Jepang. Selain itu, akan dikembangkan juga sebagai kawasan
pergudangan, industri, dan pariwisata. Berdasarkan hasil Kajian Lingkup Hidup
Startegis (KLHS) Teluk Lamong (2011) konsep yang ditawarkan adalah eco-waterfront city sebagai upaya
untuk menjaga kondisi lingkungan dari kerusakan dan berkelanjutan.
Sedangkan waterfront city di Ternate telah menjadi
kota mandiri (self contained city)
yang dapat melayani kebutuhan penduduk di sekitarnya. Dalam konteks ekologi waterfront city di Ternate adalah
bagaimana menjaga terjadinya penurunan kualitas lingkungan pada kawasan baik
wilayah daratan, laut maupun perairan yang termasuk maupun tidak termasuk
kawasan sensitif (Nurdin, 2009).
Waterfront
city di Makasar berciri kota maritime yang
kuat merupakan hasil pengujian dilapangan berdasarkan keinginan masyarakat. Masyarkat
tetap menginginkan positioning
Makassar yang diterapkan dalam lima visi kota sebagai kota maritime, jasa,
niaga, pendidikan serta budaya (http://www.makassarterkini.com)
Berdasarkan konsep waterfront city yang ditawarkan oleh
masing-masing kota – kota di Indonesia tersebut menunjukkan bahwa terdapat
pertimbangan-pertimbangan perencanaan kawasan waterfront city yaitu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Aspek sosial meliputi usaha
mencapai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan peningkatan kualitas hidup serta
peningkatan kesejahteraan individu, keluarga, patembayan dan seluruh masyarakat
diwilayah itu. Usaha ekonomi meliputi usaha mempertahankan dan memacu
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk mempertahankan
kesinambungan (sustainable) dan
perbaikan kondisi-kondisi ekonomi yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan
pertumbuhan kearah yang lebih baik. Wawasan lingkungan meliputi usaha
pencegahan kerusakan dan pelestarian terhadap kesetimbangan lingkungan.
Aktivitas sekecil apapun dari manusia yang mengambil atau memanfaatkan potensi
alam sedikit banyak akan mempengaruhi kesetimbangannya. Apabila hal ini tidak
diwaspadai akan menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia, khususnya akibat
dampak yang dapat dapat bersifat tak berubah lagi (irreversible changes). Ketiga aspek tersebut harus mendapat
perhatian yang sama sesuai dengan peran dan pengaruh masing-masing pada
pengembangan kawasan waterfront
city (Mulyanto, 2008).
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa konsep waterfront city
merupakan salah satu konsep pembangunan yang berkelanjutan karena
mempertimbangkan berbagai aspek diantaranya pelestarian sumber daya, pemerataan
pertumbuhan ekonomi, keseimbangan lingkungan. Selain itu, jika menggunakan
pendekan pengelolaan kawasan peisir yang terpadu (Integrated Coastal Zone Management) maka konsep waterfront city menggunakan prinsip ICZM
yakni proses untuk pengelolaan pantai
menggunakan pendekatan terpadu, mengenai semua aspek dari zona pantai, termasuk
batas geografis dan politik, dalam usaha untuk mencapai pengelolaan sumberdaya
yang keberlanjutan (Dahuri, 1996).
DAFTAR
PUSTAKA
Direktorat
Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.2006.Pedoman Kota Pesisir.Departemen
Perikanan dan Kelautan
Dahuri,
Rokhmin.1996.Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
Mulyanto, H.R. 2008. Prinsip-prinsip
Pengembangan Wilayah.
Sastrawati, Isfa. 2003. Prinsip
Pereancangan Kawasan Tepi air. Jurnal PWK Vol.14
Rahmat,
Adipati.2010.Jakarta Waterfront City
http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/
[13 Sepetember 2010]
Bapeprov
Jatim.2010.Menyoal Pelabuhan Teluk Lamong.
http://bappeda.jatimprov.go.id/web/artikel8.php
[
8 November 2010]
Nurdin,
Nasrun Andika.2009. Corak Waterfront City Ternate. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&jd=Corak+Waterfront+City+Ternate&dn=20090505231213 [ 9
Maret 2011]
________.2010.Tujuan
dan Kebijkan Penataan Ruang Kota Makasar.
http://www.makassarterkini.com/index.php/index.php?option=com_content&view=article&id=745:makassar-2030&catid=49:metro&Itemid=105 [ 9 Maret 2011]
Pemerintah
Propinsi Jawa Timur.2011.Kajian Lingkungan Hidup Strategis Pengembangan Kawasan
Teluk Lamong.
nice article...thank you for sharing...
BalasHapus